Pengertian Akad, Syarat Rukun Akad dan Syarat Barang yang di Akadkan

Daftar Isi
AKAD DAN KEPEMILIKAN

1.       Pengertian Akad dan dasar Hukumnya

Ditinjau dari segi bahasa aqad berarti Ikatan atau persetujuan, sedangkan apabila ditinjau dari segi istilah akad mengandung pengertian: mekanisme tertentu yang dilaksanakan untuk sahnya sebuah perbuatan. Contoh: akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan dan Jain sebagainya. Jadi secara istilah yang dimaksud akad dalam hal ini adalah ijab dan gobul dalam bentuk sighat lafaz ijab dan qobul. Dalil dilaksanakannya akad firman Allah SWT:


يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَوۡفُواْ بِٱلۡعُقُودِۚ أُحِلَّتۡ لَكُم بَهِيمَةُ ٱلۡأَنۡعَٰمِ إِلَّا مَا يُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡ غَيۡرَ مُحِلِّي ٱلصَّيۡدِ وَأَنتُمۡ حُرُمٌۗ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ مَا يُرِيدُ 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah;1)

Sesuai firman Allah di atas dapat dipahami bahwa hukum melaksanakan akad adalah wajib.

 

2.       Syarat dan rukun akad

a.       Rukun akad

Ada beberapa rukun dilakukannya akad

1)      Dua orang atau lebih yang melakukan akad (transaksi)

2)      Shighot (ijab dan qabul).

3)      Ma’qud ‘alaih (suatu yang diakadkan)


b.      Syarat akad

1)      Syarat orang yang bertransaksi

a)       Berakal

b)      Baligh

c)       Mumayiz (mengerti terhadap suatu yang dilakukan).

d)      Orang yang dibenarkan secara hukum untuk melakukan akad.


2)      Syarat shighat

Disyaratkan dalam ijab dan qabul sebagai berikut:

a)       Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis.

b)      ljab dan qabul harus ucapan yang bersambung.

c)       Ijab dan qabul harus merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab


3)      Macam-macam akad

Ada beberapa macam akau yang dilakukan antara lain:

a)      Akad lisan,

Yaitu akad yang dilaksanakan dengan cara pengucapan lisan.


b)      Akad dengan Tulisan

Sebagaimana akad jual beli dinyatakan sah dengan ijab kabul lisan, dapat juga dinyatakan dengan tulisan, dengan syarat: ‘Bahwa kedua belah pihak berjauhan tempat, atau orang yang melakukan akad itu bisu tidak dapat berbicara. Jika mereka berdua berada di suatu majlis dan tidak ada halangan berbicara, akad tidak dapat dilakukan dengan tulisan, karena tidak ada penghalang berbicara yang merupakan ekspresi (ungkapan) saling jelas. Kecuali jika terdapat sebab yang hakiki yang menuntut tidak dilangsungkannya akad dengan ucapan. Untuk kesempatan akad, disyaratkan hendaknya orang yang dituju oleh tulisan itu mampu dan mau membaca tulisan itu.

 

c)       Akad dengan Perantaraan Utusan

Selain dapat dengan lisan dan tulisan, akad juga dapat dilakukan dengan perantaraan Utusan kedua belah pihak yang berakad, dengan syarat: Si Utusan dari satu pihak menghadap kepada pihak lainnya. Jika tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak, akad sudah menjadi sah


d)      Akad Orang Bisu

Akad juga sah dengan bahasa isyarat yang dipahami dari orang bisu. Karena isyarat bagi orang bisu merupakan ungkapan dari apa yang ada didalam jiwanya tak ubahnya ucapan bagi orang yang dapat berbicara. Bagi orang bisu boleh berakad dengan tulisan sebagai ganti dari Bahasa isyarat, ini jika si bisu memahami baca tulis. Persyaratan-yang ditetapkan oleh sebagian Ahli figih mengenai adanya persyaratan bunyi tertentu untuk akad, tidak ada sumbernya baik dari Al Qur'an maupun sunnah

3.       Syarat Barang yang diakadkan

a.       Bersihnya barang

Tentang bersihnya barang, berdasarkan pada_hadits dari jabir bahwasanya ia mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan menjual belikan khamar, bangkai, babi dan patung-patung”. Kemudian ditanyakan pada Rasul:’Wahai Rasulullah, bagaimana dengan syuhum (lemak-lemak) bangkai yang digunakan untuk melem perahu-perahu, meminyaki kulit-kulit dan dijadikan sebagai bahan bakar-bakar lampu orang-orang? Rasulullah menjawab: “Tidak, dia tetap haram”.

Madzhab Hanafi dan madzhab Zhahiri berpendapat barang yang ada manfaatnya, hal itu dinilai halal untuk dijual, untuk itu mereka mengatakan: “Diperbolehkan seseorang menjual kotoran-kotaran/ tinja dan sampah-sampah yang mengandung najis oleh karena sangat dibutuhkan guna untuk keperluan perkebunan. Barang-barang tersebut telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar perapian dan juga dapat digunakan sebagai pupuk tanaman’”.

Demikian pula diperbolehkan menjual setiap barang yang najis yang dapat dimanfaatkan bukan untuk tujuan memakannya dan meminumnya, seperti minyak najis yang dapat digunakan untuk keperluan bahan bakar penerangan dan untuk cat pelapis, serta tujuan mencelup,” semua barang tersebut dan sejenisnya boleh diperjualbelikan sekalipun najis, selagi pemanfaatannya ada selain untuk dimakan atau diminum.


b.      Harus bermanfaat

Tidak diperbolehkan jual beli serangga, ular, tikus, kecuali untuk dimanfaatkan. Juga boleh jual beli kucing, lebah, beruang, singa dan Binatang lain yang berguna untuk berburu atau dapat dimanfaatkan kulitnya. Demikian pula memperjual belikan gajah untuk mengangkut barang, burung beo, burung

merak dan burung-burung lain yang bentuknya indah sekalipun tidak untuk dimakan, tetapi dengan tujuan menikmati suara dan bentuknya.

Tidak diperbolehkan jual beli anjing yang bukan anjing terdidik, karena Rasulullah mencegahnya. Anjing-anjing yang dapat dijinakkan seperti untuk penjagaan, anjing penjaga tanaman,; menurut Abu Hanifah boleh diperjualbelikan. Menurut An Nakha’i: Yang diperbolehkan hanya memperjualbelikan anjing berburu, dengan berdalil kepada ucapan Rasulullah yang melarang memperjualbelikan anjing kecuali anjing untuk berburu. Hadits ini diriwayatkan An Nasa’i dari Jabir dan Al Hafizh mengatakan: sanadnya dapat dipercaya (tsiqat).


c.       Yang bertindak pemilik barang, atau yang diberikan izin oleh pemilik.

Diriwayatkan Al Bukhari dari Al Baariqim bahwa dia berkata: “Rasulullah pernah mengutusku membeli kambing untuknya dengan beberapa dinar yang diberikan kepadaku. Aku kemudian membelikannya dua kambing untuknya. Salah satunya aku beli dengan harga satu dinar dan aku kembali dengan membawa sisa uang dan kambing. Rasulullah lalu berkata kepadaku: “Moga-moga Allah memberkahj tindakan tangan kananmu’.

Abu Daud dan At Tirmizi meriwayatkan dari hakim bin Hazan, bahwa Nabi SAW., pernah mengutusnya untuk membelikannya seekor kambing untuk korban dengan harga beberapa dinar. Kemudian dibelinya binatang itu dan ia mendapat keuntungan satu dinar yang kemudian ia jual seharga dua dinar, kemudian ia

membeli kambing lain seharga dua dinar dan membawanya kepada Rasulullah dengan beberapa dinar. Rasulullah lalu bersabda: “Moga-moga Allah memberkahi tindakanmu’.


d.      Dapat dihitung waktu penyerahannya secara syara’ dan masa

Sesuatu yang tidak dapat dihitung pada waktu penyerahannya tidak sah dijual, seperti ikan yang berada di dalam air. Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud r.a. berkata: “Janganlah kalian membeli ikan yang berada di dalam air sesungguhnya yang demikian itu penipuan”.


e.       Bahwa barang yang dibeli harganya diketahui

Apabila salah satu atau kedua-duanya dari barang dan harga tidak diketahui, jual beli tidak sah, karena mengandung unsur penipuan. Mengenai syarat mengetahui barang yang dijual, cukup dengan penyaksian. Diperbolehkan jual beli barang yang tidak ada di Majlis akad, dengan syarat kriteria barang tersebut terinci dengan jelas (jual beli salam). Jika ternyata sesuai dengan informasi, jual beli menjadi sah, dan jika ternyata berbeda, pihak yang tidak menyaksikan (salah satu pihak yang melakukan akad) boleh memilih: menerima atau tidak. Tak ada bedanya dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual


f.        Barang yang diakadkan ada di tangan

Tidak diperbolehkan menjual barang sebelum ada di tangan. Karena boleh jadi barang itu telah rusak pada saat masih berada di tangan penjual, sehingga menjadi jual beli ghurur. Dan jual beli ghurur tidak sah. Dalam hadits Riwayat Ahmad, Al Baihagie dan Ibnu Hibban dengan sanad yang hasan; bahwa Akim bin Hizam berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membeli barang jualan, apakah yang halal dan apa pula yang haram daripadanya untukku?’ Rasulullah bersabda: “Jika kamu telah membeli sesuatu, maka, Janganlah kau jual sebelum ada ditanganmu.”

Posting Komentar