Studi Kasus PPG 2025 Masalah Penilaian (Instrumen Penilaian Tidak Sesuai Indikator Atau Tujuan)

Pada kesempakan kali ini kami akan berbagi tentang Pembahasan Studi Kasus Reflektif Studi Kasus Masalah Penilaian (Instrumen Penilaian Tidak Sesuai Indikator Atau Tujuan) yang Kami Contohkan Misalnya Pada Madrasah Aliyah Negeri 1 Lampung Timur.  Semoga Pembahasan ini Dapat membantu Bapak ibu dalam menjawab Soal Study Kasus Pada Uji Pengetahuan (UP) PPG DALJAB 2025

Studi Kasus PPG 2025 Masalah Penilaian (Instrumen Penilaian Tidak Sesuai Indikator Atau Tujuan)

1.         Mendiskripsikan Masalah/Kasus Nyata Yang Pernah Dialami Secara Mendetail Dan Sistematis

Kondisi yang Diharapkan (Seharusnya):

Pada pembelajaran Akidah Akhlak di kelas XI MAN 1 Lampung Timur, dengan siswa yang seluruhnya Muslim, saya menghadapi masalah ketidaksesuaian instrumen penilaian dengan indikator pencapaian kompetensi (IPK) pada materi “Meneladani Akhlak Mulia dalam Kehidupan Sehari-hari”. Berikut uraiannya:

 

Kondisi yang Diharapkan (Seharusnya):

Instrumen penilaian seharusnya dirancang untuk mengukur IPK, yaitu: (1) menjelaskan konsep akhlak mulia berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, (2) menganalisis contoh penerapan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari, dan (3) mempraktikkan akhlak mulia dalam simulasi interaksi sosial, seperti kejujuran, amanah, dan sopan santun. Instrumen harus mencakup aspek kognitif (pengetahuan dan analisis), afektif (sikap), dan psikomotorik (penerapan).

 

Kondisi yang Terjadi:

Instrumen penilaian yang digunakan sebelumnya hanya berupa tes tertulis pilihan ganda yang berfokus pada hafalan definisi akhlak mulia dan ayat-ayat terkait, seperti “Sebutkan ciri-ciri akhlak mulia menurut Hadis!”. Soal-soal ini tidak mengukur kemampuan siswa untuk menganalisis situasi nyata atau mempraktikkan akhlak mulia. Akibatnya, hasil penilaian tidak mencerminkan pencapaian IPK, dan siswa cenderung menghafal tanpa memahami relevansi akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga menyebabkan rendahnya motivasi siswa untuk menerapkan nilai-nilai akhlak dalam perilaku mereka.

 

Gap (Kesenjangan):

Terdapat kesenjangan antara instrumen penilaian dan IPK. Instrumen tidak mengukur kemampuan analisis atau penerapan akhlak mulia, sehingga tidak memberikan gambaran holistik tentang kompetensi siswa. Guru sulit mengevaluasi efektivitas pembelajaran, dan siswa kurang termotivasi karena merasa materi hanya untuk dihafal, bukan dipraktikkan dalam kehidupan

 

2.         Mendiskripsikan Upaya Penyelesaian Yang Sesuai Secara Strategis Dan Efektif

Untuk mengatasi masalah ini, saya merancang strategi penyelesaian yang praktis, rasional, dan relevan dengan karakteristik siswa Muslim di MAN 1 Lampung Timur:

 

Praktis (Dapat Digunakan):

Saya mengembangkan instrumen penilaian baru yang terdiri dari: (1) tes tertulis esai untuk mengukur pemahaman dan analisis, misalnya, “Jelaskan bagaimana sikap amanah dapat diterapkan dalam menjaga kepercayaan teman di sekolah!”; (2) tugas proyek kelompok berupa simulasi perilaku akhlak mulia, seperti memerankan situasi menjaga kejujuran dalam transaksi jual beli; dan (3) observasi sikap selama diskusi kelompok untuk menilai aspek afektif, seperti sopan santun dan kerja sama.

 

Rasional dan Sesuai dengan Masalah:

Instrumen baru dirancang berdasarkan IPK, memastikan setiap komponen penilaian selaras dengan tujuan pembelajaran. Tes esai mengukur pemahaman dan analisis, proyek kelompok mengukur penerapan akhlak mulia, dan observasi mengukur sikap siswa. Saya menggunakan rubrik penilaian yang jelas dengan kriteria seperti keakuratan, kedalaman analisis, dan relevansi dengan nilai-nilai Islam, untuk memastikan objektivitas.

 

Relevan dengan Strategi Pembelajaran:

Saya menerapkan pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) yang relevan dengan konteks siswa Muslim. Misalnya, siswa diminta menganalisis studi kasus tentang tantangan menjaga akhlak mulia di lingkungan sekolah, seperti menghindari ghibah. Media pembelajaran berupa video inspiratif tentang akhlak Rasulullah SAW digunakan untuk memperkaya wawasan siswa sebelum mengerjakan tugas. Pendekatan ini mendorong siswa belajar secara aktif dan menghubungkan materi dengan kehidupan mereka

 

3.         Mendiskripsikan Hasil Dari Upaya/Tindakannya Secara Rinci Dan Jelas

Bentuk Keberhasilan:

Hasil dari upaya ini menunjukkan perubahan positif yang signifikan:

Bentuk Keberhasilan:

Instrumen penilaian baru berhasil mengukur pencapaian IPK secara holistik. Siswa menunjukkan peningkatan pemahaman tentang akhlak mulia (skor rata-rata tes esai meningkat dari 68 menjadi 85) dan kemampuan menerapkannya dalam simulasi (90% siswa berhasil memerankan sikap jujur dan amanah dengan baik). Observasi menunjukkan siswa lebih sopan dan kolaboratif selama diskusi kelompok.

 

Bukti Pendukung atau Perubahan:

Data penilaian menunjukkan bahwa 87% siswa mencapai nilai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) pada tes esai dan tugas proyek, dibandingkan sebelumnya hanya 62% pada tes pilihan ganda. Observasi selama simulasi menunjukkan 85% siswa menunjukkan sikap positif, seperti menghormati pendapat teman dan menjaga etika diskusi. Umpan balik siswa melalui kuesioner menunjukkan bahwa 90% merasa pembelajaran lebih relevan dan membantu mereka memahami pentingnya akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.

 

Masuk Akal dan Sesuai dengan Masalah:

Keberhasilan ini logis karena instrumen baru dirancang berdasarkan IPK dan didukung oleh pendekatan pembelajaran yang kontekstual. Simulasi dan observasi memungkinkan penilaian autentik yang mencerminkan kemampuan siswa secara nyata. Peningkatan motivasi siswa juga menunjukkan bahwa penilaian yang relevan dapat mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran Akidah Akhlak.

 

4.         Mendiskripsikan pengalaman berharga yang bisa dipetik dari masalah/ kasus yang dihadapi

Dari kasus ini, saya memperoleh pengalaman berharga yang relevan dengan penyelesaian masalah dan peningkatan kualitas pembelajaran:

 

Cara Penyelesaian Masalah:

Mengembangkan instrumen penilaian yang selaras dengan IPK membutuhkan analisis mendalam terhadap tujuan pembelajaran dan kebutuhan siswa Muslim. Pendekatan berbasis masalah dan simulasi terbukti efektif untuk mengukur kompetensi akhlak mulia, terutama karena melibatkan penerapan nilai-nilai Islam secara langsung. Rubrik penilaian yang terperinci sangat membantu dalam menjaga objektivitas.

 

Antisipasi Masalah Serupa:

Untuk mencegah masalah serupa, saya akan selalu memetakan IPK sebelum merancang instrumen penilaian dan memastikan keseimbangan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kolaborasi dengan rekan guru melalui Forum Guru Mata Pelajaran (MGMP) dapat membantu menyusun instrumen yang lebih baik, misalnya melalui penyusunan bank soal yang relevan.

 

Peningkatan Kualitas Penanganan Masalah Belajar:

Pengalaman ini mengajarkan pentingnya pendekatan pembelajaran yang kontekstual, terutama dalam mata pelajaran Akidah Akhlak, di mana nilai-nilai harus diterapkan dalam kehidupan. Ke depannya, saya akan terus menggunakan media inspiratif, seperti kisah teladan Rasulullah SAW, dan pendekatan berbasis masalah untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

Posting Komentar untuk "Studi Kasus PPG 2025 Masalah Penilaian (Instrumen Penilaian Tidak Sesuai Indikator Atau Tujuan)"